Yogyakarta, Redaksipost.com — Sebuah ruang belajar yang hangat dan inklusif untuk membahas isu-isu penting seputar tubuh dan relasi, resmi dibuka di Yogyakarta. Kegiatan bertajuk Czech-In for Change: Youth Reproductive Health Movement ini merupakan inisiatif dari Gender Mahardika Yogyakarta yang didukung oleh Czech Aid, sebagai respon terhadap minimnya ruang edukatif mengenai Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagi remaja.
Kegiatan ini menghadirkan 50 peserta dari berbagai wilayah di DIY—mulai dari Kulon Progo, Gunungkidul, Bantul, hingga Sleman. Pesertanya pun beragam, dari siswa sekolah menengah hingga mahasiswa, baik perempuan maupun laki-laki dengan rentang usia 15–24 tahun. Selama lebih dari sebulan ke depan, mereka akan terlibat dalam berbagai sesi yang dirancang untuk membekali mereka dengan pemahaman kritis, empatik, dan berbasis hak mengenai tubuh, gender, dan kesehatan reproduksi.
“Ini pertama kalinya saya ikut kegiatan yang membahas HKSR secara mendalam,” ujar Uno, salah satu peserta. “Biasanya informasi soal ini susah diakses, atau dibahasnya setengah-setengah. Saya ikut karena ingin belajar langsung dari narasumber terpercaya, apalagi katanya ada obgyn dan androlog juga. Jadi saya sangat antusias.”
Dalam pembukaan acara, sambutan virtual dari Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Ibu Veronica Tan, turut memberikan semangat. Beliau menyampaikan bahwa inisiatif seperti ini sangat penting untuk memperkuat literasi HKSR di kalangan remaja, terutama karena banyak anak muda belum memiliki akses terhadap informasi yang aman, benar, dan tidak menghakimi.
Veronica Tan, Wakil Menteri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat opening remarks kegiatan Czech-In for Change
Hari pertama workshop diisi dengan sesi pengenalan tubuh dan penerimaan diri yang difasilitasi oleh psikolog. Dalam suasana yang fokus dan reflektif, peserta diajak memahami batas tubuh, emosi, serta pentingnya mengenali kebutuhan diri. Sesi ini menjadi pondasi penting sebelum peserta melanjutkan ke materi berikutnya: Gender dan HKSR. Dalam sesi tersebut, peserta diajak berpikir kritis tentang bagaimana identitas gender dan privilege dapat mempengaruhi akses terhadap informasi sistem pelayanan kesehatan reproduksi.
Menjelang akhir sesi, diskusi berkembang ke isu yang kontekstual: pernikahan dini di wilayah DIY. Bersama tim dari DP3AP2A DIY, peserta mengeksplorasi dampak pernikahan dini terhadap pendidikan, kesehatan mental, dan kehidupan jangka panjang. Peserta juga diperkenalkan pada berbagai layanan rujukan dan perlindungan, termasuk Hotline SAPA 129, Puspaga, dan Tesaga Jogja, yang dapat diakses saat mereka atau orang di sekitar mereka menghadapi situasi darurat atau membutuhkan konseling.
Program ini tak hanya berhenti pada transfer informasi, tapi juga berambisi untuk mencetak duta-duta muda HKSR—anak muda yang paham isu, berani bersuara, dan mampu menyebarkan pengetahuan ke komunitasnya. Dalam perjalanannya nanti, peserta juga akan berkontribusi dalam pembuatan modul edukatif dan kampanye digital, agar jangkauan edukasi ini semakin luas dan berkelanjutan.
“Czech-In for Change” membuka jalan bagi lebih banyak ruang aman dimana remaja bisa belajar, bertanya, dan tumbuh bersama. Di tengah masih kuatnya tabu dan minimnya akses, inisiatif seperti ini menjadi nafas penting untuk memastikan setiap anak muda berhak tahu dan berdaya atas tubuh dan masa depannya.