Jakarta, RP – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi tipis pada perdagangan Rabu (17/7/2024), meski Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuannya.
Hingga akhir perdagangan, IHSG ditutup turun tipis 0,074 poin (0,00%) ke posisi 7.224,22. IHSG masih bertahan di level psikologis 7.200.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai sekitar Rp 12 triliun dengan volume transaksi mencapai 28 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 287 saham naik, 251 saham turun, dan 250 sisanya cenderung stagnan.
Beberapa saham terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut daftarnya.
Saham energi baru terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menjadi penekan terbesar pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 28,4 indeks poin.
Kemudian BBCA berada di urutan kedua sebagai pemberat IHSG hari ini. BREN ditutup turun 8,53%, sedangkan BBCA melorot 1,51%.
Adapun pergerakan IHSG pada hari ini cenderung volatil, di mana indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut sempat bergerak di zona merah pada sesi I sekitar pukul 10:00 WIB, kemudian rebound ke zona hijau beberapa menit kemudian.
Di sesi II, penguatan IHSG cenderung terpangkas hingga menjelang penutupan hari ini pun IHSG gagal bertahan di zona hijau, meski penurunannya sangat tipis.
Padahal, BI kembali menahan suku bunga acuannya pada hari ini, sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Bank Indonesia telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 6,25% pada Juli 2024. Demikianlah disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (17/7/2024).
“Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro stability untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi 2,5 plus minus 1% pada 2024 ini dan tahun 2025 tahun depan,” ujarnya.
Perry mengungkapkan fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek untuk penguatan efektivitas nilai tukar rupiah dan menarik aliran modal asing.
“Sementara itu kebijakan makroprudential dan sistem pembayaran tetap pro growth untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan kebijakan makroprudential longgar untuk mendorong kredit kepada dunia usaha dan RT,” tegas Perry.