(Redaksipost.com) – Jagat maya kembali dihebohkan dengan perdebatan terkait tarif tinggi untuk menerbangkan drone di kawasan wisata Gunung Bromo. Isu ini semakin memanas setelah terungkapnya 59 titik ladang ganja tersembunyi di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Banyak wisatawan dan fotografer udara mengeluhkan tarif yang melonjak drastis. Namun, yang lebih mengejutkan adalah keberadaan ladang ganja yang justru tak terdeteksi meskipun pengawasan di kawasan tersebut disebut sangat ketat.
Ladang Ganja Terungkap di Persidangan
Fakta ini mencuat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang pada 11 Maret 2025. Dalam sidang tersebut, saksi dari kepolisian hutan mengungkap bahwa sedikitnya terdapat 59 titik penanaman ganja di zona rimba kawasan konservasi, dengan luas hampir 1 hektare.
Kondisi ini menimbulkan ironi, mengingat peraturan ketat terhadap penggunaan drone di kawasan Gunung Bromo. Banyak netizen mempertanyakan bagaimana aktivitas ilegal semacam ini bisa berlangsung tanpa terdeteksi.
“Jadi ini alasan larangan menerbangkan drone di Bromo? Supaya ladang ganja tidak ketahuan?” tulis salah satu netizen di media sosial.
Kenaikan Tarif Drone di Gunung Bromo
Sejak 30 Oktober 2024, biaya untuk menerbangkan drone di kawasan Gunung Bromo meningkat drastis. Jika sebelumnya hanya Rp 300 ribu, kini tarifnya mencapai Rp 2 juta per sesi penerbangan.
Tak hanya itu, biaya produksi video komersial juga mengalami kenaikan signifikan. Wisatawan lokal kini harus merogoh kocek hingga Rp 10 juta, sementara wisatawan asing dikenakan tarif Rp 20 juta.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Pengumuman Nomor: PG.08/T.8/TU/KSA.5.1/B/10/2024, yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 serta Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024. Alasan utama kebijakan ini disebut untuk mendukung upaya konservasi di kawasan Gunung Bromo.
Harga Tiket Masuk Gunung Bromo Ikut Naik
Tak hanya tarif drone, harga tiket masuk Gunung Bromo juga mengalami penyesuaian sejak akhir 2024. Wisatawan domestik kini harus membayar Rp 54 ribu pada hari kerja dan Rp 79 ribu pada akhir pekan atau hari libur nasional. Sementara itu, tarif untuk wisatawan asing mencapai Rp 255 ribu per orang.
Menurut Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani, kenaikan harga ini bertujuan untuk meningkatkan fasilitas serta pemeliharaan kawasan wisata.
Bagaimana Ladang Ganja Bisa Lolos dari Pengawasan?
Di tengah ketatnya peraturan bagi wisatawan, muncul pertanyaan besar mengenai bagaimana ladang ganja bisa tumbuh di kawasan konservasi tanpa terdeteksi.
Kasus ini menyeret tiga terdakwa, yakni Tono, Bamban, dan Tomo, yang merupakan warga Dusun Pusing Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Dalam persidangan, terungkap bahwa ladang ganja ini memiliki berbagai ukuran, mulai dari 1 hingga 2 meter persegi per titik.
Ketiganya didakwa melanggar Pasal 111 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka dianggap telah menanam, menyimpan, serta menguasai narkotika golongan I berupa tanaman ganja dengan berat lebih dari satu kilogram atau lebih dari lima batang pohon.
Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Kasus ini semakin mempertegas perlunya pengawasan lebih ketat di kawasan konservasi agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal yang merusak lingkungan.