Redaksipost.com – Pertempuran antara Rusia dan Ukraina kembali mencapai titik panas baru meski upaya gencatan senjata terus diupayakan. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kini mengambil langkah lebih agresif dalam mendorong terciptanya perdamaian, bahkan mengisyaratkan kemungkinan perubahan besar dalam peta politik Eropa Timur.
Sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2024, konflik bersenjata terus berkecamuk, terutama di wilayah Donbass. Presiden Rusia Vladimir Putin beralasan operasi militer itu bertujuan melindungi etnis Rusia di Ukraina Timur dari diskriminasi, sekaligus menahan ambisi Kyiv untuk bergabung dengan aliansi militer Barat, NATO.
Berikut perkembangan terbaru dalam 24 jam terakhir dari medan konflik Rusia-Ukraina seperti yang dilansir dari https://incaberita.co.id/category/global/.
Trump Sebut Zelensky Siap Serahkan Krimea
Dalam sebuah konferensi pers di Bedminster, New Jersey, Presiden Donald Trump mengungkapkan keyakinannya bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersedia menyerahkan Krimea kepada Rusia sebagai bagian dari kesepakatan damai.
“Oh, saya kira begitu,” jawab Trump saat ditanya wartawan terkait kemungkinan Zelensky ‘menyerahkan’ semenanjung Laut Hitam tersebut.
Pernyataan ini muncul setelah pertemuan singkat antara Trump dan Zelensky di Roma, Italia, saat menghadiri pemakaman Paus Fransiskus. Trump mengatakan bahwa isu Krimea menjadi salah satu pembahasan utama dalam percakapan mereka di Vatikan.
Krimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014, selama ini menjadi sumber ketegangan utama dalam hubungan Rusia-Ukraina. Potensi penyerahan wilayah ini dipandang banyak pihak sebagai sinyal ‘menyerahnya’ Kyiv dalam tekanan berkepanjangan dari Moskow.
Trump Ultimatum Putin untuk Hentikan Tembakan
Tak hanya membahas Krimea, Trump juga mengeluarkan peringatan keras kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia meminta Putin untuk segera menghentikan serangan dan duduk di meja perundingan.
“Saya ingin dia berhenti menembak, duduk, dan menandatangani kesepakatan,” ujar Trump dalam wawancara Minggu kemarin.
Gedung Putih menegaskan bahwa kesabaran Washington mulai menipis. Trump mengisyaratkan hanya akan memberi waktu dua minggu bagi upaya diplomasi ini. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio turut memperingatkan bahwa minggu ini menjadi masa paling krusial untuk menentukan nasib negosiasi.
“Kami sudah dekat, tetapi belum cukup dekat,” kata Rubio dalam wawancara dengan NBC. “Minggu ini benar-benar akan menjadi kunci.”
Korea Utara Kirim Pasukan ke Rusia
Di sisi lain, Korea Utara resmi mengonfirmasi bahwa mereka telah mengirimkan pasukan ke Rusia untuk membantu menghadapi serangan Ukraina. Ini dikonfirmasi melalui media pemerintah Korea Utara, KCNA, yang melaporkan bahwa pemimpin Kim Jong Un secara pribadi memerintahkan pengerahan tersebut.
Pasukan Korea Utara dilaporkan berperan dalam operasi pembebasan Wilayah Kursk dari serangan pasukan Ukraina. Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, bahkan memuji kontribusi pasukan Korea Utara dalam laporan resminya kepada Putin.
Putin pun menyampaikan rasa terima kasih langsung kepada Kim Jong Un, menyebut para prajurit Korea sebagai “pahlawan” yang berjuang demi kebebasan bersama.
Rusia Dakwa Agen Ukraina atas Pembunuhan Jenderal
Dalam perkembangan lain, penyidik Rusia mengumumkan telah mendakwa Ignat Kuzin, pria berusia 42 tahun, atas pembunuhan Letnan Jenderal Yaroslav Moskalik melalui serangan bom mobil di pinggiran Moskow.
Menurut penyelidikan, Kuzin mengaku bertindak atas perintah dari Dinas Keamanan Ukraina (SBU) dan dijanjikan imbalan sebesar US$18.000. Ledakan yang menewaskan Moskalik terjadi pada 25 April lalu di Balashikha, di luar rumah sang jenderal.
Komite Investigasi Rusia menyatakan bahwa Kuzin mengakui semua tuduhan dan kini tengah menjalani proses investigasi lanjutan.
Ukraina Luncurkan 100 Drone Serang Rusia
Sementara itu, Ukraina melancarkan serangan drone terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan berhasil menembak jatuh 115 drone Ukraina dalam serangan yang berlangsung dari Minggu malam hingga Senin dini hari.
Serangan udara itu menargetkan wilayah Bryansk, Krimea, Laut Hitam, Kursk, dan Belgorod. Ini menunjukkan bahwa Ukraina masih mampu melakukan operasi ofensif meski berada di bawah tekanan diplomatik dan militer yang besar.
Intelijen Rusia Tuduh Inggris Rencanakan Provokasi Kimia
Ketegangan juga meningkat dengan keterlibatan negara Barat lainnya. Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), Sergey Naryshkin, menuduh Inggris berencana melakukan provokasi menggunakan senjata kimia di Ukraina.
Naryshkin mengklaim Inggris berusaha menciptakan insiden yang kemudian bisa digunakan untuk menyalahkan Rusia. Ia menuduh badan intelijen Inggris dan Prancis secara aktif bekerja untuk menggagalkan upaya perdamaian yang diinisiasi Trump.
SVR memperingatkan bahwa aktivitas rahasia ini berpotensi memperpanjang konflik dan menghambat normalisasi hubungan antara Washington dan Moskow.
Penutup
Ketegangan di Ukraina kini memasuki babak baru dengan kombinasi tekanan diplomatik, operasi militer, dan manuver politik di tingkat global. Prospek damai yang coba dijembatani Presiden Donald Trump tampak rapuh di tengah serangan-serangan balasan dan tuduhan provokasi antarnegara. Dunia kini menanti, apakah dua minggu ke depan akan menjadi awal bagi perdamaian, atau justru eskalasi konflik yang lebih luas.