(Redaksipost.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit motor gede (moge) Royal Enfield yang diduga berkaitan dengan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Namun, motor tersebut ternyata tidak tercatat atas nama Ridwan Kamil.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa kepemilikan sepeda motor itu secara administratif tercatat atas nama orang lain. Meski demikian, Tessa belum bersedia membeberkan identitas pemilik resmi kendaraan tersebut.
“Nama yang tercantum di surat kepemilikan bukan atas nama saudara RK,” ujar Tessa kepada awak media, Sabtu (26/4/2025).
Selain menyita motor, penyidik KPK turut mengamankan dua tas saddle bag yang menempel di bagian belakang kendaraan serta kunci motor tersebut. Semua barang itu kini telah dibawa ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
“Sepeda motor Royal Enfield beserta perlengkapannya sudah berada di Rupbasan,” imbuh Tessa.
Penyitaan dilakukan setelah KPK menggeledah rumah pribadi Ridwan Kamil di Bandung, dalam kaitan penyidikan kasus dugaan mark-up dana iklan di PT Bank BJB. Penggeledahan itu berlangsung pada Senin (10/3/2025) dan menghasilkan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen dan perangkat elektronik.
KPK juga telah mengonfirmasi bahwa Ridwan Kamil akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara ini. Namun, pemeriksaan tersebut direncanakan berlangsung setelah Hari Raya Idulfitri 2025.
“Kapan pemanggilan dilakukan masih menunggu jadwal penyidik, tapi rencananya setelah Lebaran,” jelas Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (27/3/2025).
Kepala Satuan Tugas Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menambahkan bahwa saat ini pihaknya tengah memprioritaskan pemeriksaan saksi dari internal Bank BJB dan pihak vendor pemenang tender iklan, sebelum memanggil Ridwan Kamil.
“Pemeriksaan terhadap Pak RK akan dijadwalkan segera setelah proses klarifikasi terhadap saksi-saksi dari BJB maupun pihak agensi selesai,” kata Budi.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan enam tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT BJB Tbk, Yuddy Renaldi; Kepala Divisi Corporate Secretary Widi Hartono; serta tiga pengendali agensi periklanan, yakni Ikin Asikin Dulmanan (Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri), Suhendrik (BSC Advertising dan WSBE), dan Sophan Jaya Kusuma (Cipta Karya Mandiri Bersama dan Cipta Karya Sukses Bersama).
Penyidik menduga adanya penyalahgunaan dana nonbudgeter senilai Rp222 miliar dari total anggaran iklan Rp409 miliar yang digelontorkan Bank BJB dalam kurun waktu 2021 hingga 2023.
Dana tersebut disalurkan kepada enam perusahaan agensi periklanan, di antaranya PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menduga proses penunjukan agensi dilakukan secara tidak transparan dan menyimpang dari ketentuan pengadaan barang dan jasa, yang berujung pada kerugian besar terhadap keuangan negara.
“Sejak awal, kerja sama dengan enam agensi ini sudah disetujui oleh Dirut YR dan WH sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Dana tersebut kemudian digunakan untuk kebutuhan di luar anggaran resmi BJB,” ungkap Budi.
Penyidikan masih terus bergulir, dan KPK memastikan akan menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya, termasuk menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak lain.