(Redaksipost.com) – Aksi mengejutkan terjadi dalam gelaran Indonesia Minerals Conference & Expo di sebuah hotel kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa (3/6/2025). Empat aktivis lingkungan—satu dari Greenpeace dan tiga warga asal Raja Ampat—menggelar aksi damai menolak aktivitas tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Aksi berlangsung ketika Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno menyampaikan pidato kunci. Juru kampanye Greenpeace, Iqbal Damanik, yang hadir sebagai peserta, tiba-tiba berdiri di tengah ruangan dan mengangkat poster bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives”. Sementara itu, tiga aktivis lainnya membentangkan balon berisi spanduk dengan tulisan “That’s The True Cost of Your Nickels?” serta mengenakan kaus kuning bertuliskan “Nikel Nakal” di atas batik formal mereka.
Mereka langsung diamankan petugas keamanan acara dan dibawa keluar. Para aktivis kemudian diserahkan ke Polsek Grogol Petamburan untuk dimintai keterangan.
Polisi Tegaskan Tak Ada Penangkapan
Kapolsek Grogol Petamburan Komisaris Reza Hafiz Gumilang menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengamankan para aktivis untuk menjaga kondusivitas acara.
“Panitia yang pertama kali mengamankan mereka. Kami hanya menindaklanjuti dan meminta keterangan di Mapolsek,” ujar Reza saat dikonfirmasi, Rabu (4/6).
Setelah sekitar tujuh jam pemeriksaan, polisi memastikan tidak ditemukan unsur pidana dalam aksi tersebut.
“Mereka sudah dilepaskan sekitar pukul 20.00. Tidak ada unsur pidana dalam aksi mereka,” kata Reza.
Iqbal Damanik menjelaskan bahwa aksinya bersama rekan-rekan dari Raja Ampat dilakukan sebagai bentuk keprihatinan terhadap meluasnya izin tambang nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat yang berisiko merusak lingkungan.
Greenpeace Soroti Reaktivasi Izin Lama
Iqbal membeberkan bahwa saat ini terdapat 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang terdata di wilayah Raja Ampat. Dua di antaranya telah memasuki tahap eksploitasi, dua lainnya dalam proses eksplorasi, satu masih menunggu pelaksanaan, sementara sebelas sisanya tengah dalam proses reaktivasi.
“Ada izin tambang di pulau-pulau kecil yang luasnya hanya sekitar dua kilometer persegi. Ini sangat membahayakan lingkungan,” ujar Iqbal.
Ia menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk tekanan moral agar pemerintah menghentikan ekspansi tambang nikel yang dapat mengancam keberlangsungan ekosistem Raja Ampat dan merusak reputasi Indonesia sebagai negara yang menjunjung konservasi.
Pemprov Papua Barat Daya Siap Evaluasi Tambang
Menanggapi isu ini, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menyatakan siap menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dampak aktivitas tambang terhadap lingkungan di Raja Ampat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, mengatakan bahwa hingga kini belum ada laporan resmi mengenai pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat pertambangan di wilayah tersebut. Namun demikian, pihaknya akan melakukan verifikasi di lapangan.
“Saat ini baru dua perusahaan tambang nikel yang telah memiliki izin, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keduanya sudah melalui kajian amdal dan perizinan sejak masa Papua Barat,” jelas Julian.
Ia mengakui bahwa perhatian publik terhadap keberadaan tambang di Raja Ampat terus meningkat, dan pihaknya akan bersikap tegas jika ditemukan pelanggaran.
Raja Ampat Terancam, Pariwisata Bisa Terpuruk
Aktivitas tambang di Raja Ampat menjadi kekhawatiran banyak pihak karena kawasan ini dikenal sebagai destinasi wisata bahari unggulan dengan status kawasan konservasi dunia. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan bisa berdampak serius pada sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan ekonomi lokal.
Jika tidak dikendalikan, eksploitasi nikel di wilayah sensitif seperti Raja Ampat dikhawatirkan tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menghancurkan mata pencaharian masyarakat adat dan citra Indonesia dalam forum internasional.