(Redaksipost.com) – Mahkamah Agung (MA) resmi memindahkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Eko Aryanto, ke Pengadilan Tinggi Papua Barat. Mutasi ini menyusul sorotan tajam publik terhadap putusan Eko yang dianggap terlalu ringan dalam perkara korupsi tambang timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi.
Mutasi tertuang dalam Surat Keputusan MA yang diterbitkan pada Jumat, 9 Mei 2025. Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa sesuai aturan, Eko diwajibkan menempati pos barunya paling lambat 15 hari sejak SK diterima. “Begitu menerima SK, yang bersangkutan harus segera pindah. Batas waktu maksimalnya 15 hari,” ujar Yanto saat dikonfirmasi, Minggu (11/5).
Nama Eko Aryanto menjadi perhatian publik sejak memimpin sidang vonis Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 23 Desember 2024. Dalam putusannya, Eko menjatuhkan hukuman penjara 6 tahun 6 bulan serta denda Rp1 miliar, meskipun Harvey dinyatakan terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi tata niaga timah yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Vonis tersebut dinilai terlalu ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut 12 tahun penjara. Majelis hakim beralasan bahwa hukuman tersebut sudah proporsional dengan peran terdakwa. Namun, publik dan para pengamat hukum menganggap keputusan itu mencederai rasa keadilan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang tertekan akibat praktik korupsi berskala besar.
Keputusan Eko akhirnya dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam proses banding. Pada tingkat ini, hukuman terhadap Harvey Moeis diperberat menjadi 20 tahun penjara. Hakim tingkat banding menilai tidak ada faktor yang meringankan, dan besarnya kerugian negara menjadi dasar utama memperberat hukuman.
Harvey Moeis dijerat dengan sejumlah pasal berat, antara lain Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Rekam Jejak Hakim Eko Aryanto
Sebelum memimpin sidang besar Harvey Moeis, Eko Aryanto telah memiliki rekam jejak panjang di dunia peradilan. Ia pernah duduk sebagai hakim anggota dalam perkara pembunuhan berencana oleh John Kei. Dalam kasus tersebut, John Kei dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kematian Yustis Corwing alias Erwin, anak buah Nus Kei.
John Kei saat itu dihadapkan pada dakwaan berlapis, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat 1951 terkait kepemilikan senjata api. Jaksa menuntut 18 tahun penjara, namun majelis hakim—termasuk Eko—memutuskan vonis lebih ringan dari tuntutan.
Sebelum bertugas di Ibu Kota, Eko juga pernah menjabat sebagai Ketua PN Tulungagung. Di sana, ia dikenal sebagai sosok yang menjunjung prinsip transparansi dan keadilan dalam menangani berbagai perkara penting. Kariernya kemudian membawanya ke Jakarta, di mana ia mulai menangani kasus-kasus korupsi berskala besar.
Kini, pasca putusan kontroversial atas nama keadilan, perjalanan karier Eko berlanjut di Papua Barat, wilayah hukum yang akan menjadi panggung baru bagi kiprahnya di dunia yudisial.