(Redaksipost.com) – Suparta, terdakwa kasus besar korupsi pengelolaan komoditas timah sekaligus Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), meninggal dunia pada Senin (28/4/2025) saat menjalani masa tahanan di Lapas Kelas II A Cibinong, Bogor. Kejadian tersebut terjadi secara mendadak dan masih menyisakan sejumlah pertanyaan mengenai penyebab pasti kematiannya.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Suparta ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri oleh narapidana lain di dalam sel. Peristiwa itu terjadi pada sore hari, sebelum akhirnya Suparta dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong.
“Rekan-rekannya di lapas menemukan dia sudah tidak sadar. Setelah itu langsung dibawa ke rumah sakit,” ujar Harli saat dikonfirmasi awak media, Selasa (29/4/2025).
Namun nahas, nyawa Suparta tidak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit, tepat pada pukul 18.05 WIB.
Penyebab Kematian Masih Misteri
Hingga kini, belum ada penjelasan medis resmi mengenai penyebab kematian Suparta. Harli menduga kuat bahwa penyebabnya berkaitan dengan kondisi kesehatan, namun belum dapat memastikan penyakit apa yang diderita terdakwa.
“Diduga karena sakit, tapi kami belum dapat laporan medis lengkapnya. Hanya menerima surat keterangan kematian,” tutur Harli.
Penasihat hukum Suparta, Andi Ahmad, saat dihubungi media, belum memberikan tanggapan atas kematian kliennya tersebut.
Vonis Berat dalam Kasus Korupsi Komoditas Timah
Suparta diketahui merupakan salah satu terdakwa kunci dalam perkara korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022. Ia divonis bersalah karena menerima aliran dana ilegal senilai Rp4,57 triliun dan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis awal 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp4,57 triliun dengan ancaman tambahan 6 tahun penjara jika tidak dibayar.
Namun, pada Februari 2025, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Suparta menjadi 19 tahun penjara. Sementara pidana denda tetap, hukuman subsider pengganti uang kerugian negara juga diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Proses Kasasi Masih Berjalan
Sebelum wafat, Suparta telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan banding tersebut. Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan kasasi tersebut terdaftar dengan nomor perkara 72/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst dan dikirimkan pada 13 Agustus 2024.
Kini, dengan kematiannya, proses hukum terhadap Suparta dinyatakan gugur. Meski begitu, Kejaksaan Agung tetap membuka peluang menggugat ahli waris guna menagih kerugian negara melalui jalur perdata.